Sunday, July 10, 2016

MAKALAH FARMAKOLOGI DASAR SISTEM HORMON PADA MANUSIA

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sehabis berolahraga, tenggorokan kita akan terasa kering dan kehausan. Ini terjadi karena tubuh banyak mengeluarkan keringat, sehingga air dalam tubuh juga banyak yang keluar. Keadaan demikian membuattubuh segera mengeluarkan zat yang menghentikan pengeluaran cairan tersebut. Zat yang dimaksud dinamakan hormon. Apabila kita minum air, segera hormon yang dikeluarkan tubuh tersebut akan berhenti.
Hormon merupakan senyawa kimia, berupa protein yang mempunyai fungsi untuk memacu atau menggiatkan proses metabolisme tubuh. Dengan adanya hormone dalam tubuh maka organ akan berfungsi menjadi lebih baik.  Walaupun jumlah yang diperlukan sedikit, namun keberadaan hormon dalam tubuh sangatlah penting. Ini dapat diketahui dari fungsinya yang berperan antara lain dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tubuh, proses reproduksi, metabolisme zat, dan lain sebagainya.
Hormon akan dikeluarkan oleh kelenjar endokrin bila ada rangsangan (stimulus). Hormon tersebut akan diangkut oleh darah menuju kelenjar yang sesuai. Akibatnya, bagian tubuh tertentu yang sesuai akan meresponnya. Sebagai contoh, hormone insulin disekresikan pankreas saat ada rangsangan gula darah yang tinggi, hormon adrenalin disekresikan medula adrenal oleh stimulasi saraf simpatik, dan lain-lain.

B. RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud dengan hormone ?
2.      Bagaimana mekanisme kerja hormone ?
3.      Kelenjar apa yang berfungsi sebagai penghasil hormone ?
4.      Apa saja gangguan yang terjadi pada system hormone ?
C. TUJUAN
Tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu :
1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan hormone
2.      Untuk mengetahui bagaimana mekanisme kerja hormone
3.      Untuk mengetahui Kelenjar yang berfungsi sebagai penghasil hormone
4.      Untuk mengetahui beberapa gangguan yang terjadi pada system hormone serta terpi farmakologinya



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Definisi Hormon
Kata hormone berasal dari  bahasa Yunani hormon  yang artinya membuat
gerakan atau membangkitkan. Hormone mengatur berbagai proses yang mengatur kehidupan. Hormon adalah zat yang dilepaskan ke dalam aliran darah dari suatu kelenjar atau organ, yang mempengaruhi kegiatan di dalam sel-sel. Sebagian besar hormon merupakan protein yang terdiri dari rantai asam amino dengan panjang yang berbeda-beda. Sisanya merupakan steroid, yaitu zat lemak yang merupakan derivat dari kolesterol. Hormon dalam jumlah yang sangat kecil bisa memicu respon tubuh yang sangat luas. Hormon terikat kepada reseptor di permukaan sel atau di dalam sel. Ikatan antara hormon dan reseptor akan mempercepat, memperlambat atau merubah fungsi sel.
Hormon mengendalikan fungsi dari organ secara keseluruhan:
a.       Hormon mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan, perkembangbiakan dan ciri-ciri seksual
b.      Hormon mempengaruhi cara tubuh dalam menggunakan dan menyimpan energy
c.       Hormon juga mengendalikan volume cairan dan kadar air dan garam di dalam darah.
Beberapa hormon hanya mempengaruhi 1 atau 2 organ, sedangkan hormon yang lainnya mempengaruhi seluruh tubuh. Misalnya, TSH dihasilkan oleh kelenjar hipofisa dan hanya mempengaruhi kelenjar tiroid. Sedangkan hormone tiroid dihasilkan oleh kelenjar tiroid, tetapi hormon ini mempengaruhi sel-sel di seluruh tubuh. Insulin dihasilkan oleh sel-sel pulau pankreas dan mempengaruhi metabolisme gula, protein serta lemak di seluruh tubuh.
Berdasarkan struktur kimianya, diklasifikasikan sebagai hormon yang larut dalam air atau yang larut dalam lemak. Hormon yang larut dalam air termasuk polipeptida (misalnya dopamine, noreponefrin, epinefrin). Hormon yang larut dalam lemak termasuk steroid (misalnya estrogen, progesterone, testosterone, glukokortikoid, aldosteron) dan tironin (misalnya tiroksin). Hormone yang larut dalam air bekerja melalui system messenger-kedua, sementara hormon steroid dapat menembus membran sel dengan bebas.
Meskipun setiap hormon adalah unik dan mempunyai fungsi dan struktur tersendiri, namun semua hormone mempunyai karakteristik berikut. Hormon disekresi dalam salah satu dari tiga pola berikut :
1.      Sekresi diurnal adalah pola yang naik dan turun dalam periode 24 jam. Kortisol adalah contoh hormone diurnal. Kadar kortisol meningkat pada pagi hari dan menurun pada malam hari.
2.      Pola sekresi hormonal pulsasif dan siklik naik dan turun sepanjang waktu tertentu, seperti bulanan. Estrogen adalah hormone siklik dengan puncak dan lembahnya menyebabkan siklus menstruasi.
3.      Tipe sekresi hormonal variable dan tergantung pada kadar substrat lainnya. Hormone paratiroid di sekresi dalam berespos terhadap kadar kalsium serum.
Hormon bekerja dalam sistem umpan balik. Loop umpan balik dapat suatu lingkungan positif atau negatif dan memungkinkan tubuh untuk dipertahankan dalam suatu lingkungan optimal. Hormone mengontrol laju aktivitas seluler. Hormone tidak mengawali perubahan kimia. Hormone hanya mempengaruhi sel-sel yang mengandung reseptor yang sesuai, yang melakukan funsi spesifik. Hormone mempunyai fungsi dependen dan interdependen.
B.     Mekanisme Kerja Hormon
1.      Reseptor Hormon
Hormon bekerja melalui pengikatan dengan reseptor spesifik. Pengikatan dari hormon ke reseptor ini pada umumnya memicu suatu perubahan penyesuaian pada reseptor sedemikian rupa sehingga menyampaikan informasi kepada unsur spesifik lain dari sel. Reseptor ini terletak pada permukaan sel atau intraselular. Interaksi permukaan hormon reseptor memberikan sinyal pembentukan dari "mesenger kedua". Distribusi dari reseptor hormon memperlihatkan variabilitas yang besar sekali. Reseptor untuk beberapa hormon, seperti insulin dan glukokortikoid, terdistribusi secara luas, sementara reseptor untuk sebagian besar hormon mempunyai distribusi yang lebih terbatas. Adanya reseptor merupakan determinan (penentu) pertama apakah jaringan akan memberikan respon terhadap hormon. Namun, molekul yang berpartisipasi dalam peristiwa pasca-reseptor juga penting; hal ini tidak saja menentukan apakah jaringan akan memberikan respon terhadap hormon itu tetapi juga kekhasan dari respon itu. Hal yang terakhir ini memungkinkan hormon yang sama memiliki respon yang berbeda dalam jaringan yang berbeda.



2.      Interaksi Hormon-Reseptor
Hormon menemukan permukaan dari sel melalui kelarutannya serta disosiasi mereka dari protein pengikat plasma. Hormon yang berikatan dengan permukaan sel kemudian berikatan dengan reseptor. Pada beberapa kasus (contohnya, estrogen), hormon juga perlu untuk mempenetrasi inti sel (kemungkinan melalui pori-pori dalam membrana inti) untuk berikatan dengan reseptor inti-setempat. Umumnya hormon berikatan secara reversibel dan non-kovalen dengan reseptornya. Ikatan ini disebabkan tiga jenis kekuatan. Pertama, terdapat pengaruh hidrofobik pada hormon dan reseptor berinteraksi satu sama lain dengan pilihan air. Kedua, gugusan bermuatan komplementer pada hormon dan reseptor mempermudah interaksi. Pengaruh ini penting untuk mencocokkan hormon ke dalam reseptor. Ketiga, daya van der Waals, yang sangat tergantung pada jarak, dapat menyumbang efek daya tarik terhadap ikatan.
Pada beberapa kasus, interaksi hormon-reseptor lebih kompleks. Hal ini sebagian besar terjadi jika hormon yang berinteraksi dengan suatu kompleks reseptor dengan subunit yang majemuk dan di mana pengikatan dari hormon dengan sub unit pertama mengubah afinitas dari subunit lain untuk hormon. Hal ini dapat meningkat (kerjasama positif) atau menurun (kerjasama negatif) afinitas dari hormon untuk reseptor itu.
3.      Hormon Agonis, Antagonis dan Agonis Parsial
Suatu agonis sepenuhnya menginduksi reseptor untuk memicu peristiwa pascareseptor. Suatu antagonis mampu untuk berikatan dengan reseptor dan memblokir pengikatan dari agonis, tetapi tidak memicu respon pascareseptor. Dengan cara ini, ia tidak menimbulkan suatu respons tetapi memblokir respons terhadap agonis, asalkan ia ditemukan dalam konsentrasi yang cukup untuk memblokir pengikatan agonis. Pada umumnya, antagonis berikatan dengan tempat yang sama pada reseptor seperti agonis , namun pada beberapa keadaan, antagonis dapat berikatan dengan reseptor pada tempat yang berbeda dan memblokir pengikatan agonis melalui perubahan alosterik dalam reseptor. Suatu agonis parsial (antagonis parsial) merupakan suatu perantara; ia berikatan dengan reseptor tetapi hanya menimbulkan suatu perubahan parsial , sehingga walaupun reseptor diduduki secara penuh oleh agonis parsial, respon hormon akan tidak sepenuhnya.
4.      Pengikatan Hormon Non-Reseptor
Reseptor bukan merupakan satu-satunya protein yang mengikat hormon-banyak protein lain juga mengikatnya. Dalam hal ini termasuk protein pengikat plasma dan molekul seperti alat transpor lainnya yang lazim ditemukan dalam jaringan perifer, enzim yang terlibat dalam metabolisme atau sintesis dari steroid, dan protein lain yang belum diidentifikasi hingga sekarang. Protein ini dapat mengikat hormone seketat atau tebih ketat ketimbang reseptor; namun, mereka berbeda dari reseptor di mana mereka tidak mentransmisikan informasi dari pengikatan ke dalam peristiwa pasca reseptor. Yang paling diteliti secara luas adalah "reseptor" lipoprotein berdensitas-rendah (LDL) yang mengikat partikel LDL pembawa-kolesterol dan menginternalisasinya . Reseptor ini penting untuk ambilan kolesterol, contohnya, dalam sel-sel dari adrenal untuk biosintesis steroid dan dalam hati untuk membersihkan plasma dari kotesterol. Cacat genetik reseptor ini menimbulkan hiperkolesterolemia. Partikel LDL yang diinternalisasi dapat memberikan kolesterol untuk sintesis steroid atau penyisipan ke dalam membran sel. Di samping itu, kolesterol yang dilepaskan dari partikel menghambat umpan balik sistesis kolesterol. Dengan demikian, reseptor IDL, secara tepat, bukan reseptor tetapi LDL yang mengambil protein.
Molekul reseptor dan non-reseptor pengikat hormon biasanya dibedakan melalui sifat-sifat pengikatannya serta kemampuan untuk memperantarai respon pascareseptor. Reseptor akan mampu untuk mentransfer responsivitas hormon dengan eksperimen transfer gen.
C.    Kelenjar Endokrin
Pada makhluk hidup, khususnya manusia hormon dihasilkan oleh kelenjar yang tersebar dalam tubuh. Kelenjar endokrin, adalah kelenjar penghasil hormon yang tidak memiliki saluran pembuangan (buntu), tapi masuk ke peredaran darah. Cara kerja hormon di dalam tubuh tidak dapat diketahui secara cepat perubahannya, akan tetapi memerlukan waktu yang lama. Tidak seperti sistem saraf yang cara kerjanya dengan cepat dapat dilihat perubahannya. Hal ini karena hormon yang dihasilkan akan langsung diedarkan oleh darah melalui pembuluh darah, sehingga memerlukan waktu yang panjang.
Beberapa organ memiliki fungsi ganda: memproduksi hormone dari satu kelompok sel dan zat lain dari kelompok sel lain (misalnya, pankreas memproduksi insulin dan glukagon, dua hormone, dan juga getah pancreas). Kelenjar endokrin pada manusia terdiri atas kelenjar hipofisis, kelenjar tiroid dan kelenjar paratiroid, kelenjar adrenal, kelenjar timus, kelenjar pencernaan dan pancreas, kelenjar pinealis dan kelenjar kelamin.
a.       Kelenjar Hipofisis
Kelenjar hipofisis terletak dalam fossa hypophysialis (sella tursica), cekungan dalam pada permukaan atas corpus os spenoidale. Lembaran dura mater menutupi lubang fosa. Infundibulum hypofisis menghubungkan hipotalamus dengan kelenjar, berjalan melalui lubang pada dura mater. Kelenjar ini terdiri dari dua lobus yaitu anterior dan posterior. Lobus anterior terdiri dari kolom sel-sel, yang bercabang tidak teratur dan dipisahkan oleh sinusoid tempat darah bersirkulsi. Lobus posterior lebih kecil daripada anterior dan terdiri dari serat saraf, neuroglia, dan pembuluh darah.
Hipofisis lobus anterior disebut juga sebagai kelenjar utama system endokrin karena efek dari hormone ini pada kelenjar endokrin lain. Hormon yang dihasilkan oleh hiposis lobus anterior yaitu :
1.      Hormone pertumbuhan (GH) : menyebabkan retensi nitrogen dalam tubuh dan sangat penting untuk pertumbuhan. GH disekresi pada orang dewasa, anak-anak dan remaja dan memiliki efek pada metabolism karbohidrat dan lemak dan sifat anti insulin.
2.      Thyroid-stimulating hormone (TSH) : merangsang kelenjar tiroid untuk menghasilkan tiroksin dan tri-yodotironin. Produksi hormone ini oleh hipotalamus dan pelepasannya dari kelenjar dikendalikan oleh kadar tiroksin dalam darah.
3.      Hormone adrenokortikotropik (ACTH) : merangsang korteks kelenjar adrenal menghasilkan glukokortikoid. Sekresinya dikendalikan oleh jumlah kortisol dalam darah.
4.      Hormone gonadotropik (gonadotropin) : bekerja pada kelenjar seks. Pada pria interstitial cells-stimulating hormone (ICSH) merangsang sel-sel interstisial testis untuk menghasilkan androgen. Pada wanita ada dua. Yang pertama follicle-stimulating hormone (FSH) menyebabkan pematangan folikel ovarium tempat ovum berkembang dan yang kedua yaitu luteinizing hormone (LH), yang sama dengan ICSH, berkombinasi dengan FSH untuk menyempurnakan pematangan folikel dan merangsang perkembangan korpus luteum. Pada titik kritis FSH menghilang dan LH meningkat, terjadi ovulasi. Pematanagn folikel menyekresi estrogen, dan setelah ovulasi, korpus luteum menyekresi estrogen dan progesterone.
5.      Prolaktin : hormone ini, diproduksi dalam kelenjar hipofisis dan tidak dalam hipotalamus, terlibat dalam stimulasi dan memperthankan laktasi payudara.
Hipofisis lobus posterior, hormone diproduksi didalam hipotalamus dan mengalir melalui serat saraf ke lobus posterior kelenjar hipofisis. Hormn yang dihasilkan yaitu :
1.      Hormone antidiuretik : merangsang tubulus distal ginjal untuk mereabsorbsi air dari cairan didalamnya.
2.      Oksitosin : terlibat dalam kerja uterus saat melahirkan (fungsinya belum jelas) dan kontraksi otot saluran payudara, menyebabkan susu diperas dari saluran dalam ke saluran superfisial.
b.      Kelenjar tiroid dan klenjar paratiroid
Kelenjar tiroid adalah kelenjar gondok yang terletak di depan trakea di bawah jakun. Kelenjar tiroid memproduksi dua jenis hormone aktif, yaitu levotiroksin (T4 ) dan triiodotironin (T3). Kedua hormon tiroid tersebut disintesis oleh kelenjar tiroid akibat stimulasi hormone penstimulasi tiroid (TSH). Sebagian besar (±85%) hormon tiroid yang disekresikan dalam peredaran darah oleh kelenjar tiroid adalah T4, selebihnya (±15%) adalah T3. Di dalam hepar, ginjal dan otot skelet, T4 diubah oleh 5’-monodeiodinase menjadi T3. Selain T4 dan T3, baru-baru ini diidentifikasi adanya derivate hormon tiroid yang disebut tironamin (TAM) yang juga mempunyai aktivitas fi siologis. TAM merupakan hormon tiroid hasil proses dekarboksilasi T4 yang berlangsung dalam sitoplasma.
Kelenjar paratiroid adalah kelenjar anak gondok yang berjumlah 4 buah dan menempel di belakang kelenjar tiroid. Terdapat empat kelenjar paratiroid kecil. Setiap kelenjar berdiameter sekitar 3 mm, terletak dibelakang kelenjar tiroid atau terbenam dalam kapsul kelenjar tiroid, sepasang diatas dan sepasang di bawah. Kelenjar ini dapat mempunyai ukuran dan jumlah yang bervariasi dan kadang-kadang ditemukan di bagian dalam kelenjar tiroid atau dibelakang faring atau dalam toraks.
Hormone paratiroid meningkatkan jumlah kalsium dalam plasma darah dengan mentransfer kalsium dari tulang ke dalam plasma, meningkatkan reabsorpsi kalsium oleh tubulus ginjal, sehingga sekresi dalam urin berkurang, dan meningkatkan absorpsi kalsium oleh usus. Peningkatan kalsium plasma menurunkan sekresi hormone paratiroid dan meningkatkan tirokalsitonin yang disekresi oleh kelenjar tiroid.
c.       Kelenjar adrenal
Kelenjar adrenal (suprarenalis) terletak pada bagian belakang abdomen dan tepat diatas ginjal, meliputi kutb atas ginjal. Kelenjar ini mempunyai tinggi sekitar 5 cm, lebar 2,5 cm pada dasarnya dan tebal 1 cm, sisi kiri lebih pipih daripada sisi kanan dan lebih berbentuk bulan sabit. Setiap kelenjar terdiri dari korteks kuning dan medulla yang berwarna merah keabuan.
Korteks menghasilkan tiga kelompok hormone dengan struktur dasar yang sama, yaitu :
1.      Glukokortikoid
Sekresi glukokortikoid diatur oleh ACTH dari kelenjar hipofisis. Kortisol (hidrokortison) adalah yang paling penting (i) antagonis insulin, menyebabkan glikogen dideposit dalam hati, meningkatkan gula darah dan mengambat ambilan glukosa oleh jaringan, (ii) memecah protein jaringan, yang diubah dalam hati menjadi glikogen, (iii) terlibat dalam control pertukaran air dan elektrolit antara sel dan ruang ekstraselular.
2.      Mineralokortikoid
Aldosteron mengatur keseimbangan natrium dalam tubuh dengan bekerja pada tubulus ginjal. Hormone ini menigkatkan ekskresi kalium. Sekresinya diatur oleh kadar kalium plasma dan produksi rennin oleh ginjal. Kortikosteroid adalah istilah untuk menggambarkan glukortikoid dan mineralokortikoid.



3.      Androgen
Diproduksi pada pria, bertanggung jawab untuk perkembangan cirri seksual sekunder pria (pertumbuhan rambut wajah, suara menjadi berat). Kerjanya lebih lemah daripada testosterone.
Medulla menghasilkan adrenalin dan noradrenalin. Secara kimia adrenalin dan noradrenalin hanya sedikit berada dan memiliki kerja yang serupa tetapi tidak identik. Sekresinya menyebabkan respon terhadap stress, bekerja sebagai perangsang system simpatis dan membuat tubuh mampu mengambil kerja efektif dalam menghadapi situasi berbahaya atau potensial berbahaya.
d.      Kelenjar pancreas dan pencernaan
Kelenjar pancreas adalah sekelompok sel-sel yang terletak diantara sel penyekresi getah pancreas. Pulau Langerhans menghasilkan hormon glukagon pada sel α, sedangkan hormon insulin pada sel β. Hormon glukagon dan insulin adalah hormon yang bekerja secara antagonis. Keduanya berfungsi untuk mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh. Pengaturan glukosa oleh hormon glukagon dan insulin dilakukan dengan mekanisme rest and digest:
1)      Jika kadar gula darah rendah, maka glukagon merangsang hati untuk mengubah glikogen menjadi glukosa ke darah.
2)      Jika kadar gula darah tinggi, maka insulin:
·         Merangsang sel hati dan sel lain untuk mengabsorpsi lebih banyak glukosa
·         Meningkatkan laju respirasi seluler
·         Merangsang sel lemak untuk mengubah glukosa menjadi lemak
Gastrin adalah hormone yang dihasilkan oleh sel-sel tertentu dalam membrane mukosa lambung. Hormone ini disekresi ke dalam darah sebagai respon terhadap penurunan konsentrasi asam dalam lambung. Fungsi gastrin adalah merangsang sekresi asam oleh lambung, mempertahankan tonus dan kompetensi sfingter esophagus tempat esophagus membuka dalam lambung, dengan mempertahankan sfingter ini tetap ketat. Sfingter mencegah isi lambung kembali ke esophagus.
Sekretin adalah hormone yang dihasilkan oleh sel-sel duodenum akibat masuknya asam dari lambung ke dalam duodenum. Hormone ini merangsang sekresi getah pancreas. Kolesistokini pankreozim (dihasilkan oleh sel-sel usus halus terhadap masuknya makanan) merangsang sekresi getah pancreas dan menyebabkan kontraksi kandung empedu.
D.    Beberapa Gangguan pada sistem hormon dan terapi farmakologinya
Jika kelenjar endokrin mengalami kelainan fungsi, maka kadar hormon di dalam darah bisa menjadi tinggi atau rendah, sehingga mengganggu fungsi tubuh. Penyakit yang dapat timbul akibat dari kelebihan atau kekurangan hormon diantaranya :
1.      Gangguan pada Hormon pertumbuhan (GH=Somatotropin)
Fungsi fisiologi hormon pertumbuhan yang paling jelas adalah terhadap pertumbuhan. Defisiensi hormon ini menyebabkan kekerdilan (dwarfisme), sedang kelebihan hormone ini menyebabkan gigantisme (keraksasaan) pada anak dan akromegali pada orang dewasa. Hormon pertumbuhan terbukti berpengaruh pada penyakit diabetes mellitus. Pasien diabetes sangat sensitive terhadap terjadinya hiperglikemia oleh hormone pertumbuhan.
Sekresi hormone pertumbuhan secara fisiologis diatur oleh hipotalamus. Hipotalamus menghasilkan factor penglepas hormone pertumbuhan (GHRF = growth hormone releasing factor) yang merangsang sekresi hormone pertumbuhan. Selain itu dalam hipotalamus juga dijumpai somatostatin (GH-RIH = growth hormone releasing inhibitory hormone) yang menghambat sekresi beberapa hormone antara lain hormone pertumbuhan.  
Sekresi hormone pertumbuhan yang berlebihan dapat di tekan dengan pemberian agonis dopamine. Dopamine diketahui  merangsang sekresi hormone pertumbuhan pada orang normal, tetapi pada akromegali dopamine justru menghambat sekresi hormone tersebut. Bromokriptin, suatu agonis dopamine derivate ergot, dipakai untuk menekan sekresi hormone pertumbuhan pada pasien tumor hipofisis. Efek bromokriptin tidak langsung terlihat, penurunan kadar ormon dalam darah terjadi setelah pengobatan dalam jangka panjang. Beberapa sediaan yang digunakan untuk hormone pertumbhan yaitu :
a)      Somatrem yaitu hormone pertumbuhan yang dihasilkan dengan cara rekayasa genetik. Dindikasikan untuk defisiensi hormone pertumbuhan pada anak. Suntikan lepas lambat yang melepas obat perlahan-lahan dapat diberikan secara subutan sebulan sekali. Sediaan ii dapat menyebabkan terjadinya hiperglikemia dan ketosis pada pasien dengan riwayat diabetes mellitus.
b)      Somatomedin alah sekelompok mediator factor pertumbuhan yang terdapat dalam serum manusia. Zat ini bertambah pada akromegali dan menghilang pada pituitarisme. Somatomedin dibuat terutama di hepar, selain itu juga di ginjal dan otot. Somatomedin menghambat hormone pertumbuhan melalui mekanisme umpan balik.sejumlah kecil pasien dengan gangguan pertumbuhan familial tak memiliki cukup somatomedin meskipun kadar pertumbuhannya normal, dan pemberian hormone pertumbuhan pada pasien ini tidak memperbaiki gangguan pertumbuhan.
c)      Mekasermin, diindikasikan untuk kasus defisiensi IGF-1 yang tidak responsif terhadap GH karena terjadi mutasi pada reseptor dan terbentuknya antibody yang menetralisir GH. Efek samping yang utama yaitu hipoglikemia. Untuk mencegah efek samping ini harus makan dulu 20 menit sebelum atau sesudah pemberian mekasermin subkutan.
2.      Gangguan pada hormon tiroid
Gangguan pada hormone tiroid ada dua yaitu hipofungsi tiroid dan hiperfungsi tiroid.
a)      Hipofungsi tiroid
Hipotiroidisme, bila hebat disebut miksedema merupakan penyakit gangguan tiroid yang paling umum. Hampir diseluruh dunia, hal ini disebabkan karena defisiensi yodium pada daerah non endemik dimana yodium cukup tersedia, umumnya disebabkan karena tiroiditis auto imun yang kronik (tiroiditis hashimto). Penyakit ini ditandai oleh tingginya antibody terhadap peroksidase tiroid di sirkulasi, dan mungkin juga dengan kadar trioglobulin yang tinggi meski ini lebih jarang terjadi. Dapat juga terjadi hambatan antibodi terhadap reseptor TSH, terjadi eksaserbasi hipotiroidisme. 
Tiroksin (Na-levotiroksin, L-T4) merupakan obat pilihan utama untuk replacement therapy pada hipotiroidisme atau kretinisme, karena potensinya konsisten dan lama kerjanya panjang. Absorpsinya di usus halus bervariasi dan tidak lengkap. Levotiroksin juga digunakan untuk menormalkan TSH. Peningkatan TSH merupakan suatu hipotioidismedengan sedikit gejala klinis. Koma miksedema yaitu sidroa yang jarang terjadi dan diakibatkan oleh hipotiroidisme yang hebat dan berlangsung lama. Keadaan ini termasuk gawat darurat, meskipun segera diobati, mortalitasnya 60%. Pemberian IV 200-300 µg levotiroksin, sesudah 24 jam diberka lagi 100 µg. pada pasien dengan usia kurang dari 50 tahun tanpa penyakit jantung dapat diberikan bolus tiroksin 500 µg oral atau melalui nasogastric tube.
b)      Hiperfungsi tiroid
Tirotoksikosis adalah keadaan yang disebabkan oleh meningkatnya hormone tiroid bebas dalam darah. Sindroma ini dapat disebabkan oleh berbagai hal. Hipertiroidisme adalah keadaan dimana produksi dan sekresi hormone tiroid meningkat akibat hiperfungsi kelenjar tiroid. Pada keadaan ini uptake yodium oleh kelenjar meningkat, ini di buktikan dengan tes uptake yodium radioaktif (radioactive iodine uptake= RAIU) selama 24 jam.
Pada destruksi kelenjar tiroid dan tiroksikosis akibat penggunaan hormon tiroid eksogen akan didapati kadar RAIU yang rendah. Tiroksikosis dengan RAIU rendah akibat tiroiditis subakut disertai rasa sakit dan troiditis tanpa rasa sakit (silent) terjadi sekitar 5% sampai 20% dari seluruh kasus. Hampir semua keluhan dan gejala tiroksikosis terjadi karena pembentukan panas yang berlebihan, peningkatan aktivitas motorik dan aktivitas saraf simpatis. Kulit kemerahan, panas, lembab, otot lemah dan terlihat tremor, frekuensi denyut nadi dan jantung cepat.  
Penghambat ion yodida adalah obat yang dapat mnghambat transport aktif ion yodida ke dalam kelenjar tiroid. Obat tresebut anion monovalen yang bentuk hidratnya mempunyai ukuran hamper sebesar hidrat ion yodida. Mekanisme kerja obat ini denga menghambat secara kompetitif sodium-iodide symporter (natriumpiodide sympoter= NIS) yang dapat enghambat masuknya yodium. Perklorat kekuatanya kira-kira 10 kali kekuatan tiosianat. Perklorat meskipun ditimbun dalam tiroid, tidak dimetabolisme dalam kelenjar tersebut dan diekskresi dalam bentuk utuh. Natrium dan kalium perklorat memang bermanfaat sekali untuk pengobatan hipertiroidisme terutama yang diinduksi oleh amiodaron atau yodium.
Yodida merupakan obat tertua yang digunakan untuk pengobatan hipertiroidisme sebelum ditemukan berbagai macam antitiroid. Pemberian yodida pada pasien hipertiroidisme menghasilkan efek terapi yang nyata, dalam hal ini yodida menekan fungsi tiroid. Yodida terutama digunakan pada persiapan operasi tiroid pada hipertiroidisme. Biasanya yodida tidak diberikan sendiri tetapi diberikan setelah gejala hipertiroidisme diatasi dengan antitiroid, yaitu diberikan 10 hari sebelum operasi dilakukan. Yodida sebaiknya tidak digunakan sebagai terapi tunggal karena terapi yodida saja tidak dapat sepenuhnya mengendalika gejala hiperteroidisme.



3.      Gangguan pada hormone paratiroid
Gangguan pada fungsi hormone paratiroid yaitu hipoparatiroidisme dan hiperparatiroidisme. Pengangkatan atau hipofungsi kelenjar paratiroid yang tidak diketahui sebabnya (hipoparatiroidisme idiopatik) data menyebabkan suatu sindroma akibat langsung hipokalesemia atau akibat penurunan ambang rangsang membran yang terpolarisasi. Gejala klinik hipoparatiroidisme antara lain tetani, parestesia, spasme laring, spasme otot dan konvulsi. Keadaan ini disebabkan karena defisiensi ca dan vitamin D, misalnya akibat gangguan absorpsi atau jumlahnya yang tidak cukup dalam diet.
Hiperpartiroidisme primer, dapa disebabkan hipersekresi kelenjar paratiroid (hyperplasia, adenoma atau karsinoma) atau karena sekresi polipeptida yang menyerupai HPT yang berasal dari suatu tumor. Hiperparatiroidisme sekunder terhadap menurunnya Ca2+ plasma, dapat merangsang sekresi HPT. Keadaan ini dapat terjadi pada gangguan absorpsi Ca2+ atau gangguan fungsi ginjal.
Terapi paratiroidisme primer dilakukan dengan reseksi kelenjar yang hiperplastik atau adenoma. Pembedahan ini akan mengembalikan pasien ke keadaan euparatiroid dan mencegah kerusakan ginjal dan disolusi tulang lebih lanjut. HPT hanya dapat diberikan secara parenteral, pemberian oral akan dirusak ezim saluran cerna. Masa paruhnya sekitar 20 menit, degradasinya terjadi dihepar dan ginjal. 



4.      Diabetes Melitus
Diabetes mellitus adalah suatu sindroma klinik yang ditandai oleh poliuri, polidipsi dan polifagi, disertai peningkatan kadar glukosa darah atau hiperglikemia (glukosa puasa ≥ 126 mg/dL atau postprandial ≥ 200 mg/dL atau glukosa sewaktu ≥ 200 mg/dL).  Pada DM defisiensi insulin menyebabkan hambatan transport asam amino ke dalam sel serta inkorporasinya menjadi molekul protein. Meliha etiologinya DM dapat dibedakan menjadi: DM tipe 1, adanya gangguan produksi insulin akibat penyakit autoimun atau idiopatik. Tipe ini sering disebut insulin dependent diabetes mellitus atau IDDM karena pasien mutlak memerlukan insulin. DM tipe 2, akibat resistensi insulin atau gangguan sekresi insulin. Pada tipe 2 ini tidak selalu dibutuhkan insulin, kadang-kadang cukup dengan diet dan antidiabetik oral. Karenanya tipe ini juga disebut noninsulin dependent diabetes mellitus atau NIDDM.
Insulin masih erupakan obat utama untuk DM tipe 1 dan beberapa jenis DM tipe 2, tetap banyak pasien DM yang enggan disuntik insulin, kecuali dalam keadaan terpaksa. Suntikan insulin dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain intravena, intramuscular dan umumnya pada penggunaan jangka panjang lebih disukai pemberian subkutan (SK). Insulin subkutan terutama diberikan pada DM tipe 1, DM tipe 2 yang tidak dapat diatasi hanya dengan diet dan atau antidiabetik oral, pasien DM pascapankreatektomi atau DM dengan kehamilan, DM dengan ketoasidosis, koma nonketosis atau komplikasi lain, sebeum tindakan operasi (DM tipe 1 dan 2). Tujuan pemberian insulin pada semua keadaan tersebut bukan saja untuk menormalkan glukosa darah tetapi juga memperbaiki semua aspek metabolisme.
 



BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan dari makalah ini yaitu :
1.      Hormon adalah zat yang dilepaskan ke dalam aliran darah dari suatu kelenjar atau organ, yang mempengaruhi kegiatan di dalam sel-sel.
2.      Mekanisme kerja hormon yaitu :
·   Reseptor Hormon : Hormon bekerja melalui pengikatan dengan reseptor spesifik
·   Interaksi hormon-reseptor : Hormon yang berikatan dengan permukaan sel kemudian berikatan dengan reseptor
·   Hormon Agonis, Antagonis dan Agonis Parsial
Ø Agonis sepenuhnya menginduksi reseptor untuk memicu peristiwa pascareseptor
Ø Antagonis mampu untuk berikatan dengan reseptor dan memblokir pengikatan dari agonis, tetapi tidak memicu respon pascareseptor
Ø Agonis parsial (antagonis parsial) merupakan suatu perantara; ia berikatan dengan reseptor tetapi hanya menimbulkan suatu perubahan parsial
·   Pengikatan Hormon Non-Reseptor : Bukan hanya reseptor yang dapat mengikat hormone tetapi protein lain juga dapat mengikat hormon seperti protein pengikat plasma. Protein ini dapat mengikat hormone seketat atau tebih ketat ketimbang reseptor.

3.      Kelenjar endokrin, adalah kelenjar penghasil hormon yang tidak memiliki saluran pembuangan (buntu), tapi masuk ke peredaran darah.
4.      Gangguan pada system hormone
  • Gangguan pada Hormon pertumbuhan (GH=Somatotropin)
ü  Dwarfisme (kekerdilan)
ü  Gigantisme (keraksaan)
·         Gangguan pada hormone tiroid
ü  Hipertiroidisme
ü  Hipotiroidisme
·         Gangguan pada hormone paratiroid
ü  Hiperparatiroidisme
ü  Hipoparatiroidisme

·         Diabetes mellitus (DM)

No comments:

Post a Comment